*ting*
*ting*
Pagi
itu pemberitahuan di handphone saya mendadak lebih ribut.. Biasanya semua notifikasi
chat grup di semua platform chat yang diinstall
saya senyapkan. Bukan apa-apa,terkadang obrolan di grup-grup itu terlalu ruih
ramai untuk dibaca. Mulai membahas perkuliahan,pekerjaan,gossip sana-sini
hingga trend terbaru. Hanya ada satu grup yang notifikasinya tidak saya senyapkan,
Grup “Pak Agus Family”. Untuk grup yang satu ini memang tak disenyapkan,karena
bisa perang ketiga kalau ga disahutkan chatnya. Hahaha…
Isi pesan pagi itu sungguh membuat hati saya tiba-tiba
nyeri dan sedih,pagi itu papa mengabarkan kepergian salah satu anak tetangga. Kalau
bukan aku mengenal baik,tak mungkin kepergiannya akan membuat nyeri hati.
*10 tahun lalu*
Mba
Ratih,begitu saya memanggilnya. Namanya Ratih Widyastuti, rumahnya tak jauh
dari rumah saya. Saya mengenalnya sejak kecil,karena kami satu SD dan satu TPA
(Taman Pendidikan Al-Qur’an). Ia lebih tua setahun daripada saya,perkenalan
kami lebih bermula di TPA. Saya adalah salah satu murid pertama di TPA Darul
Farah. Tahun-tahun pertama dibukanya TPA ini,muridnya masih sedikit,sekitar
20-40 santri. Pak Ustad Zulhendri,begitu kami memanggilnya. Ia adalah pendiri
TPA ini,kami bersama-sama belajar mengenal pencipta kami,belajar mencintai
surat-surat cintanya yang hadir dalam bentuk Al- Qur’an.
Walaupun
saya adalah murid pertama,kehadiran Mba Ratih beberapa waktu kemudian membuat
saya yang murid pertama ini menjadi yaa biasa aja. Memang tak ada system senior,tapi
lebih kepada system berlomba-lomba pada kebaikan.
Saya
masih pada dunia anak-anak. Saya datang mengaji karena “namanya juga sudah
dimasukkan ke TPA. Daripada mama saya mengomel dirumah ,mending pergi ngaji. Lumayan
dapat uang jajan” begitulah fikiran saya. Jadinya saya mengaji sekedar
mengaji,menghapal sekedar agar tak dimarahi,karena malu dong santri lama tapi
kok ga banyak kemajuan.
Pertemanan
kami seperti pertemanan anak-anak di masa itu, main-main selepas mengaji pun
ada,ledek-ledekan juga ada. Teringat di benak saya dia termasuk yang mengejek –ejek
saya yang cadel,karena dia bukan musuh saya,maka ejekan dia waktu itu jadi
bahan tertawaan kami saja. Nama dia berawalan R,tentu membuat saya stress kan
mau manggil dia gimana. “wwratih” begitulah R diawal nama dia yang menjadi
perkara saya. Hehehe…
Ketekunan
mba ratih membuat ia semakin didepan,dengan cepat ia khatam Al-qur’an,dengan
cepat ia menghapal surat-surat pendek bahkan ia hapal seluruh isi buku doa anak-anak,
yang waktu itu menjadi pedoman kami menghapal doa.
Selepas
SD,kami berpisah. Saya masuk pesantren dan ia masuk SMP yang masih satu yayasan
dengan SD kami. Tetap saja ia terdepan. Sebutlah saya masuk pesantren,menjadi
santri,tapi karir siapa yang lebih melejit? Mba ratih. Ia mulai ikut
MTQ,menjuarai setiap tahunnya,menjadi asset bagi kelurahan,kecamatan,kabupaten
hingga Provinsi.
2 tahun lalu
Saya
kembali dipertemukan dengannya dalam sebuah MTQ tingkat kecamatan. Haaaaaa…..
Seorang
saya mengikuti MTQ? Yang benar saja…. Orang-orang terdekat saya tertawa,saya
juga tertawa. Saya yang tak pernah diperhitungkan untuk mengikuti MTQ ini
tiba-tiba saja menjadi peserta MTQ.
Pak
ustad Zulhendri mengingat santri lamanya,yakni saya untuk diminta untuk mewakili
kecamatan kami untuk mengisi salah satu cabang perlombaan,yakni M2IQ.
Mba
Ratih kaget juga melihat saya ada di lokasi yang sama,dan kami saling menyapa
dan menyemangati. Ya,karena saya merasa tak ada apa-apa dibanding peserta
lain,tapi ia tetap menyakinkan saya bahwa saya pasti bisa.
2 February 2016
Ya.
Gadis yang meninggal adalah mba ratih,kepergiannya tanpa pasal,ia pergi saja
menghadap sang pencipta tanpa susah payah. Tanpa melewati cerita yang panjang. Berawal
mengeluh pusing dan tiba-tiba sudah pergi
Gadis
pecinta Al-Qur’an ini telah pergi, ia mengajarkan banyak makna kepada orang
sekitar. Senyumnya yang menyejukkan,bibirnya yang tak henti mengulang-ulang
bacaan Al-Qur’an . Siapa yang tak sayang mba,tapi Allah lebih sayang mba.
Kecintaanmu
kepada Agama, Mengajarkan banyak hal. Betapa saya tak lebih kecil dari
debu-debu bila ingin sombong,tak seberapa besar bila menjauh kepadaNya
Istirahatlah
dengan tenang,mba.
kabarnya,kepergian mu diantar oleh orang banyak,maafkan saya yang tidak hadir mengantarkanmu ke tempat istirahat terakhir mba. perkara dunia membuat saya sempat melupakan bahwa pada akhirnya kita kembali kepadaNya juga
#30harimenulissuratcinta
Tidak ada komentar